Loading...
Showing posts with label KEWARGANEGARAAN. Show all posts
Showing posts with label KEWARGANEGARAAN. Show all posts

KOLEKSI TUGASKU - Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila

January 26, 2020 Add Comment

TUGAS
KEWARGANEGARAAN
Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila





Oleh :

NAMA :  Stef Ardian Arika Jaya
NIM : 1715213120
KELAS : II D


PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BALI
BADUNG
2018


BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang berazaskan Pancasila dan memiliki sumber hukum yaitu UUD 1945. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum dan berbagai macam peraturan baik itu undang-undang, perpres, perpu, peraturan pemerintah, perda, dan lain sebagainya. Indonesia telah mengalami berbagai macam peristiwa yang menyangkut sistem pemerintahan.
Kini Indonesia memasuki masa reformasi. Masa dimana demokrasi dan kebebasan berpendapat menjadi yang utama di negeri ini. Sistem pemerintahan Indonesia dari waktu ke waktu semakin berkembang. Sampai sekarang sudah terjadi banyak sekali perubahan yang berarti dalam sistem pemerintahan Indonesia, salah satunya adalah perubahan dalam sistem birokrasi.
Di Negara berkembang terutama Indonesia, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum bisa dikatakan baik karena pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis, sumber daya manusia, sumber penerimaan, dan teknologi informasi.
Dan pastinya sangat diperlukan solusi yang baik untuk mengatasi bagaimana caranya memperbaiki birokrasi yang ada di Indonesia, karena setiap negara yang baik juga memiliki kondisi birokrasi yang baik dan stabil.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas bagaimana pelaksanaan birokrasi di Indonesia. Dan sudah bisa dianggap efisien atau belum jika dibandingkan dengan karakteristik birokrasi Weber.


1.2     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat disusun rumusan sebagai berikut
1.      Apa saja model- model Birokrasi?
2.      Bagaimana model birokrasi Indonesia?
3.      Apa kelebihan dan kekurangan model birokrasi Indonesia?

1.3    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui model-model birokrasi.
2.      Untuk mengetahui bagaimana model birokrasi Indonesia.
3.      Untuk mengetahui apa kelebihan dan kekurangan model birokrasi Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Birokrasi

Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983). Dalam kehidupan sehari-hari istilah Birokrasi setidak-tidaknya dimaknai sebagai berikut (Albrow dalam Zauhar, 1996):
1. Bureaucracy as Rational Organization
Birokasi sebagai Organisasi Rasional. Dalam pengertian ini birokrasi dimaknai sebagai suatu organisasi yang rasional dalam melaksanakan setiap aktivitasnya. Setiap tindakan birokrasi hendaknya mengacu pada pertimbangan-pertimbangan rasional.
2. Bureaucracy as Rule by Official
Birokrasi sebagai Aturan yang dijalankan oleh para pejabat. Birokrasi merupakan seperangkat aturan yang dijalankan oleh para pejabat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan itu dibuat guna mempermudah proses pelayanan publik. Namun pada kenyataannya aturan tersebut sering disalahgunakn demi kepentingan pejabat yang bersangkutan. Akibatnya masyarakat menjadi antipati dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pejabat publik dan cenderung tidak ditaati.

3. Bureaucracy as Organizational Ineficiency
Birokrasi sebagai Pemborosan yang dilakukan oleh organisasi. Pemborosan(ineficiency) yang dimaksudkan adalah pemborosan dalam segi waktu,tenaga, finansial maupun sumber daya lainnya. Seringkali niat baik birokrasiuntuk memberikan layanan yang efisien justru berbalik menjadi layanan yang tidak efisien dan mengecewakan masyarakat. Karena itu masyarakat menjadi apatis terhadap berbagai slogan efisiensi yang disampaikan oleh aparat birokrasi. Semangat debirokratisasi menjadi tidak bermakna k arena tidakdiimbangi dengan sikap dan perilaku para pejabat yang tidak konsisten dan konsekuen dengan pernyataannya. Birokrasi justru dianggap sebagai tempat bersarangnya berbagai penyakit organisasi modern seperti pembengkakan pegawai, biaya tinggi dan sulit beradaptasi dengan lingkungannya.
4. Bureaucracy as Public Administration
Birokrasi sebagai Administrasi Publik. Birokrasi dalam hal ini disama artikan dengan administrasi publik. Administrasi Publik adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari administrasi publik agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan rasional.
5. Bureaucracy as Administration by Officials
Birokrasi sebagai Administrasi yang dilaksanakan oleh para pegawai. Dalam hal ini pemahaman terhadap makna birokrasi hampir sama dengan bureaucracy as rule by official dan bureaucracy as public administration.
6. Bureaucracy as the Organization
Birokrasi sebagai Organisasi. Organisasi yang dimaksudkan adalah organisasi memiliki struktur dan aturan-aturan yang jelas dan formal. Organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang melibatkan banyak orang, dimana setiap orang mempunyai peran dan fungsi serta tugas yang saling mendukung demi tercapainya tujuan organisasi. Organisasi sebagai sistem kerjasama berarti: (a) sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan secara baik, dimana masing-masing mengandung wewenang, tugas dan tanggung jawab yang memungkinkan setiap orang dapat bekerjasama secara efektif; (b) sistem penugasan pekerjaan kepada orangorang berdasarkan kekhususan bidang kerja masing-masing; (c) sistem yang terencana dari suatu bentuk kerjasama yang memberikan peran tertentu untuk dilaksanakan kepada anggotanya.
7. Bureaucracy as Modern Society
Birokrasi merupakan ciri dari masyarakat modern. Bagi masyarakat modern keberaturan merupakan sebuah kemestian. Keberaturan itu dapat dicapai jika dilaksanakan oleh suatu institusi formal yang dapat mengendalikan perilaku menyimpang masyarakat. Institusi formal itu adalah birokrasi. Secara etimologi Birokrasi berasal dari istilah ‘buralist’ yang dikembangkan oleh Reiheer von Stein pada 1821, kemudian menjadi ‘bureaucracy’ yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersoal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi menurut Evers dalam Zauhar (1996) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik. Makna ini adalah sejalan dengan ide Weber tentang birokrasi, dan oleh Evers dinamakan Birokrasi Weber (BW).
2. Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah pegawai yang besar. Konsep inilah yang sering disebut Parkinson Law.
3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar) disebut Orwelisasi.

Dengan demikian maka Istilah Birokrasi dalam masyarakat dimaknai secara diametral (bertentangan satu sama lain yang tidak mungkin mencapai titik temu):

1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini maka tujuan suatu organisasi (privat maupun publik) lebih mudah tercapai.
2. Secara Negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tatacara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat parasitik dan eksploitatif. Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun swasta) yang mengatur secara ke dalam maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan sumber daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti berhubungan dengan interaksi antara organisasi dengan pihak lain baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu.
Konsep birokrasi sesungguhnya berupaya mengaplikasikan prinsipprinsip organisasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, meskipun birokrasi yang keterlaluan seringkali justru menimbulkan efek yang tidak baik. Mouzelis menambahkan bahwa dalam birokrasi terdapat aturanaturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasar pengetahuan teknis dan dengan efisiensi yang setinggi-tingginya. Di samping diberikan makna yang cukup positif tersebut, birokrasi juga sering dimaknai secara negatif. Dalam perspektif yang negatif ini birokrasi dimaknai sebagai sebagai suatu proses yang berbelit-belit, waktu yang lama, biaya yang mahal dan menimbulkan keluh kesah  yang pada akhirnya ada anggapan bahwa birokrasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil. Biasanya masalah administrasi yang kompleks dan ruwet terdapat pada organisasi besar, seperti organisasi pemerintahan. Akan tetapi, sebenarnya
birokrasi tidak dibatasi hanya pada institusi sektor publik saja. Serikat Dagang, Universitas, dan LSM merupakan contoh birokrasi di luar pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa pengertian birokrasi dalam pandangan beberapa pakar:
1. Max Weber
Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).
2. Farel Heady (1989):
Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
3. Hegel:
Birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara Negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara Negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
4. Karl Marx
Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk mperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja.
5. Blau dan Meyer
Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negative  yang hanya akan menjadi masalah bagi masyarakat.
6. Yahya Muhaimin
Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
7. Almond and Powell (1966):
The Governmental Bureaucracy is a group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal) Dari berbagai pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Birokrasi sesungguhnya dapat dipahami dan diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam organisasi yang mengatur interaksi sosial baik ke dalam maupun keluar. Secara spesifik birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai sebagai institusi atau agen pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas sistematik dan rasional dengan aturan-aturan yang lugas (a system of authority relations defined by rationally developed rule) (Chandler and Plano, 1982 dalam Hariyoso, 2002)

2.2 Model Birokrasi Indonesia

Konsep Max Weber Berbicara soal birokrasi, kita pasti teringat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model itulah yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi negara Indonesia walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip “rasionalitas”, yang bercirikan pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi.
Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktik konsep Weber sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi.Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintahan. Kalau boleh dibilang, birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai.
Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis “ birokrasi kerajaan ” yang feudal aristokratik. Sehingga dalam upaya penerapan birokrasi modern,yang terjadi hanyalah bentuk luarnya saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang diteapkan di Indonesia lebih mendekati pengertian Weber mengenai “ dominasi patrimonial”, dimana jabatan dan perilaku di dalam hirarki lebih di dasarkan pada hubungan pribadi. Dalam model Weber, tentang dominasi birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan yang berkuasa mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik mereka.
Ciri-ciri dominasi birokrasi patrimonial ala Weber yang hampir secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain pejabat-pejabat disaring atas kinerja pribadi, jabatan di pandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaan, pejabat-pejabat mengontrol,baik fungsi politik ataupun administrative, setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik.
Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia, antara lain:
1.      Sentralisasi yang cukup kuat
Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan salah satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang kondusifterhadap hidup dan berkembangya nilai-nilai sentralistik tersebut.
2.      Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam stuktur birokrasi pemerintah.
3.      Pendelegasian wewenang yang kabur
Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah Indonesia sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam kenyataanya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
4.      Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun adasering tidak dijalankan secara konsisten. Di samping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional.
Hal lain yang cukup menarik dan dapat dijumpai dalam penampilan birokrasi pemerintah Indonesia adanya upacara-upacara yang bersifat formalitas dan hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan yang bersifat pribadi sangat mendapat tempat dalam budaya birokrasi di Indonesia, karena dengan adanya hubungan pribadi dengan para key person banyak persoalan yang sulit menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa birokrasi di negara kita belum baik dan masih banyak yang perlu diperbaiki.
o   Kelemahan Birokrasi Di Indonesia
Keluhan tentang birokrasi Indonesia umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi di Indonesia tidak netral. Dalam realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealismenya Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele.
o   Harapan Model Birokrasi Masa Depan
Kebutuhan yang nyata saat ini dalam praktek birokrasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan konkret dari masyarakat. Kebutuhan akan peningkatan kualitas kehidupan politik menjadi suatu tuntutan yang tak terhindarkan. Kondisi birokrasi Indonesia yang masih bercorak patrimonial, adalah merupakan benang sejarah yang perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam perkembangan kearah modernisasi menuntut adanya peningkatan kualitas administrasi dan manajemen.
Selain itu, dalam menghadapi kondisi saat ini dan menjawab tantangan masa sekarang, birokrasi Indonesia diharapkan mempunyai kharakteristik yang mampu bersifat netral, berorientasi pada masyarakat, dan mengurangi budaya patrimonial di dalam birokrasi tersebut.


BAB III

PENUTUP


3.1    Kesimpulan

Birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan dalam menentukan kebijakan system administrasi sipil dalam kewarganegaraan. Birokrasi memiliki tiga model, yaitu : model Weberian, model Marxis, dan model Parkinsonia.
Indonesia menganut model tipe idealnya Max Weber. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip “rasionalitas”, yang bercirikan pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi. Walau dalam penerapannya tidak bisa dilakukan sepenuhnya
Kelebihan model birokrasi model weberian adalah ada aturan, norma, dan prosedur untuk mengatur organisasi, ada spesialisasi pekerjaan dan job description yang jelas, ada hierarki otoritas yang formal, sehingga memudahkan pengkoordinasian.
Adaun kelemahan dari birokrasi weberian adalah hierarki otoritas yang formal malahan cenderung kaku, aturan dan kontrol yang terlalu rinci menyebabkan impersonality atau melupakan unsur-unsur kemanusiaan.

3.2     Saran

Dalam makalah kami ini masih banyak terdapat kesalahan baik itu berbentuk salah ketik (typo) maupun kurangnya bahan referensi untuk mengisi makalah ini, sehingga kemungkinan terdapat kurang tepatnya isi makalah maupun kesalahan isi dalam makalah ini. Maka dari itu kami mengharapkan keritik dan sarannya untuk menunjang perbaikann bagi yang ingin meneruskan pembuatan makalah kami ini.



KOLEKSI TUGAS - BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK E-KTP

January 26, 2020 1 Comment

TUGAS
KEWARGANEGARAAN
BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK E-KTP
Oleh :
NAMA :  STEF ARDIAN ARIKA JAYA
NIM : 1715213120
KELAS : II D
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BALI
BADUNG
2018

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri,tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Dengan demikian saya mengangkat judul kelemahan dalam pelayanan pembuatan E-KTP.
Akhir-akhir ini, pemerintah Indonesia sedang gencar mempromosikan program elektronik KTP (e-KTP). KTP elektronik ialah dokumen kependudukan yang memiliki Sistem keamanan, baik secara administrasi maupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Program e-KTP ini bertujuan untuk meminimalisirkecurangan adanya  KTP ganda. Adapun hal yang dapat terjadi dengan penggandaan KTP ini, antara lain adalah redundansi data saat survei kependudukan, daftar pemilih tetap pada pemilihan umum, dan sebagainya (Anonim1, 2011).

1.2   Rumusan masalah

a)   Apakah yang dimaksud dengan E-KTP?
b)  Apakah yang Dimaksud dengan birokrasi ?
c.  Apa saja kelemahan yang dihadapi dalam pelayanan pembuatan E-KTP?

1.3      Tujuan Penulisan

a)   Untuk memahami apa yang dimaksud dengan E-KTP
b.   Untuk memahami apa yang dimaksud dengan birokrasi
c)   Untuk mengetahui apa saja kendala yang di hadapi dalam pelayanan E-KTP
d)   Untuk mengetahui apakah E-KTP sudah tepat diterapkan dinegara kita

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Definisi Electronic-KTP

Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam NegeriRepublik Indonesia pada bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP.
Program e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya. Misalnya dapat digunakan untuk:
1.                  Menghindari pajak
2.                  Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota
3.                  Mengamankan korupsi atau kejahatan/kriminalitas lainnya
4.                  Menyembunyikan identitas (seperti teroris)
5.                  Memalsukan dan menggandakan ktp
Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintahan elektronik (e-Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.

2.2  Pengertian Birokrasi

Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983). Dalam kehidupan sehari-hari istilah Birokrasi setidak-tidaknya dimaknai sebagai berikut (Albrow dalam Zauhar, 1996):
1. Bureaucracy as Rational Organization
Birokasi sebagai Organisasi Rasional. Dalam pengertian ini birokrasi dimaknai sebagai suatu organisasi yang rasional dalam melaksanakan setiap aktivitasnya. Setiap tindakan birokrasi hendaknya mengacu pada pertimbangan-pertimbangan rasional.
2. Bureaucracy as Rule by Official
Birokrasi sebagai Aturan yang dijalankan oleh para pejabat. Birokrasi merupakan seperangkat aturan yang dijalankan oleh para pejabat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan itu dibuat guna mempermudah proses pelayanan publik. Namun pada kenyataannya aturan tersebut sering disalahgunakn demi kepentingan pejabat yang bersangkutan. Akibatnya masyarakat menjadi antipati dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pejabat publik dan cenderung tidak ditaati.
3. Bureaucracy as Organizational Ineficiency
Birokrasi sebagai Pemborosan yang dilakukan oleh organisasi. Pemborosan(ineficiency) yang dimaksudkan adalah pemborosan dalam segi waktu,tenaga, finansial maupun sumber daya lainnya. Seringkali niat baik birokrasiuntuk memberikan layanan yang efisien justru berbalik menjadi layanan yang tidak efisien dan mengecewakan masyarakat. Karena itu masyarakat menjadi apatis terhadap berbagai slogan efisiensi yang disampaikan oleh aparat birokrasi. Semangat debirokratisasi menjadi tidak bermakna k arena tidakdiimbangi dengan sikap dan perilaku para pejabat yang tidak konsisten dan konsekuen dengan pernyataannya. Birokrasi justru dianggap sebagai tempat bersarangnya berbagai penyakit organisasi modern seperti pembengkakan pegawai, biaya tinggi dan sulit beradaptasi dengan lingkungannya.
4. Bureaucracy as Public Administration
Birokrasi sebagai Administrasi Publik. Birokrasi dalam hal ini disama artikan dengan administrasi publik. Administrasi Publik adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari administrasi publik agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan rasional.
5. Bureaucracy as Administration by Officials
Birokrasi sebagai Administrasi yang dilaksanakan oleh para pegawai. Dalam hal ini pemahaman terhadap makna birokrasi hampir sama dengan bureaucracy as rule by official dan bureaucracy as public administration.
6. Bureaucracy as the Organization
Birokrasi sebagai Organisasi. Organisasi yang dimaksudkan adalah organisasi memiliki struktur dan aturan-aturan yang jelas dan formal. Organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang melibatkan banyak orang, dimana setiap orang mempunyai peran dan fungsi serta tugas yang saling mendukung demi tercapainya tujuan organisasi. Organisasi sebagai sistem kerjasama berarti: (a) sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan secara baik, dimana masing-masing mengandung wewenang, tugas dan tanggung jawab yang memungkinkan setiap orang dapat bekerjasama secara efektif; (b) sistem penugasan pekerjaan kepada orangorang berdasarkan kekhususan bidang kerja masing-masing; (c) sistem yang terencana dari suatu bentuk kerjasama yang memberikan peran tertentu untuk dilaksanakan kepada anggotanya.
7. Bureaucracy as Modern Society
Birokrasi merupakan ciri dari masyarakat modern. Bagi masyarakat modern keberaturan merupakan sebuah kemestian. Keberaturan itu dapat dicapai jika dilaksanakan oleh suatu institusi formal yang dapat mengendalikan perilaku menyimpang masyarakat. Institusi formal itu adalah birokrasi. Secara etimologi Birokrasi berasal dari istilah ‘buralist’ yang dikembangkan oleh Reiheer von Stein pada 1821, kemudian menjadi ‘bureaucracy’ yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersoal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi menurut Evers dalam Zauhar (1996) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik. Makna ini adalah sejalan dengan ide Weber tentang birokrasi, dan oleh Evers dinamakan Birokrasi Weber (BW).
2. Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah pegawai yang besar. Konsep inilah yang sering disebut Parkinson Law.
3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar) disebut Orwelisasi.
Dengan demikian maka Istilah Birokrasi dalam masyarakat dimaknai secara diametral (bertentangan satu sama lain yang tidak mungkin mencapai titik temu):
1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini maka tujuan suatu organisasi (privat maupun publik) lebih mudah tercapai.
2. Secara Negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tatacara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat parasitik dan eksploitatif. Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun swasta) yang mengatur secara ke dalam maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan sumber daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti berhubungan dengan interaksi antara organisasi dengan pihak lain baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu.
Konsep birokrasi sesungguhnya berupaya mengaplikasikan prinsipprinsip
organisasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, meskipun birokrasi yang keterlaluan seringkali justru menimbulkan efek yang tidak baik. Mouzelis menambahkan bahwa dalam birokrasi terdapat aturanaturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasar pengetahuan teknis dan dengan efisiensi yang setinggi-tingginya. Di samping diberikan makna yang cukup positif tersebut, birokrasi juga sering dimaknai secara negatif. Dalam perspektif yang negatif ini birokrasi dimaknai sebagai sebagai suatu proses yang berbelit-belit, waktu yang lama, biaya yang mahal dan menimbulkan keluh kesah  yang pada akhirnya ada anggapan bahwa birokrasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil. Biasanya masalah administrasi yang kompleks dan ruwet terdapat pada organisasi besar, seperti organisasi pemerintahan. Akan tetapi, sebenarnya
birokrasi tidak dibatasi hanya pada institusi sektor publik saja. Serikat Dagang, Universitas, dan LSM merupakan contoh birokrasi di luar pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa pengertian birokrasi dalam pandangan beberapa pakar:
1. Max Weber
Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).
2. Farel Heady (1989):
Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
3. Hegel:
Birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara Negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara Negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
4. Karl Marx
Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk mperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja.
5. Blau dan Meyer
Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negative  yang hanya akan menjadi masalah bagi masyarakat.
6. Yahya Muhaimin
Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
7. Almond and Powell (1966):
The Governmental Bureaucracy is a group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal) Dari berbagai pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Birokrasi sesungguhnya dapat dipahami dan diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam organisasi yang mengatur interaksi sosial baik ke dalam maupun keluar. Secara spesifik birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai sebagai institusi atau agen pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas sistematik dan rasional dengan aturan-aturan yang lugas (a system of authority relations defined by rationally developed rule) (Chandler and Plano, 1982 dalam Hariyoso, 2002)

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi birokrasi

a.       Faktor budaya
·         Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang “pelicin”)
·         Budaya “sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat
·         Masyarakat harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
·         Internalisasi budaya dalam mekanisme informal yang profesional
b.      Faktor individu
·         Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas
·         Perilaku individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki jabatan dan otoritas
·         Perilaku opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
·         Individu yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
c.       Faktor organisasi dan manajemen
·         Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat
·         Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak terdesentralisasi
·         Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan
·         Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel
·         Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji, proses rekrutmen yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah.
·         Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan partisipasi masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen charter)
d.      Faktor politik
·         Ketidaksetaraan sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem hukum
·         Birokrasi menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik
·         Kooptasi pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik

2.4 Gambaran Umum Birokrasi Pemerintah di Indonesia

Dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan secara jelas kondisi birokrasi di Indonesia. Di Negara-negara berkembang, tipe birokrasi yang diidealkan oleh Max Weber Nampak belum dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Sebagai salah satu Negara yang berkembang Indonesia tidak terlepas dari realita di atas. Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis birokrasi kerajaan, sehingga dalam upaya penerapan birokrasi yang modern, yang terjadi hanya bentuk luarnya saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang telah ditetapkan di Indonesia lebih mendekati pengertian Weber mengenai dominasi patrimonial, dimana jabatan dan perilaku di dalam hirarki lebih didasarkan pada hubungan pribadi. Dalam model Weber , tentang dominasi birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan yang berkuasa dan mengontrol kekuasaaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik mereka.
            Cirri-ciri dominasi birokrasi patrimonial menurut Weber yang hampir secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain:
1.      Pejabat-pejabat disaring atas kineerja pribadi
2.      Jabatan dipandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaaan
3.      Pejabat-pejabat mengontrol, baik fungsi politik atau pun administrative
4.      Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik

 

2.5 Kelemahan Pelayanan Pembuatan E-KTP

1.    Kurang efektifnya pelayanan yang telah diberikan oleh petugas
Pengurusan  e-KTP di seluruh kecamatan di Indonesia yang tanpa dipungut biaya administrasi saat ini, membuat animo masyarakat sangat tinggi untuk segera mengurus dan mendapatkan e-KTP tersebut.
Hanya saja, dalam pengurusan e-KTP ini, masih ditemukan kelemahan kelemahan di lapangan yang dilakukan petugas di kecamatan. Kelemahan ini antara lain seperti masyarakat yang mendatangi kantor camat untuk mengurus e-KTP sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ternyata tidak mendapatkan pelayanan maksimal.
Bayangkana saja, warga yang mendatangi kantor camat sejak pukul 7.30 WIB hingga pukul 16.30 WIB menunggu giliran, tatapi akhirnya mereka tak terlayani akibat waktu pengurusan yang tidak sesuai dengan yang dijadwalkan. Seperti yang dialami Salah satu warga Kelurahan Pulau yang mengurus e-KTP di Kantor Camat Bangkinang Seberang. Ia mengaku mendatangi kantor camat tersebut sejak pukul 7.00 WIB dan menunggu giliran hingga pukul 16.30 WIB. Namun tak kunjung gilirannya untuk dipanggil, yang menyebabkan ia kecewa.
Hal itu disampaikan Yasmin kepada KR, Rabu (21/12), yang mengaku sangat kecewa karena sudah mengantri sejak pagi. Dan alhasil ketika ditanya kepada petugas, tetapi yang didapat nya yaitu jawabnya ketus sambil berkata bapak urus saja tahun 2012 nanti, yang jelas dengan prosedur yang sangat panjang, ini menandakan pelayanan pembuatan E-KTP kurang maksimal. Seharusnya aparatur kecamatan agar dapat mengatur jadwal pengurusan e-KTP tersebut, dan semestinya disesuaikan dengan kuota masing-masing wilayah kelurahana/desa.
2.  Kurangnya alat dalam pelayanan pembuatan E-KTP
Seperti yang terjadi di Depok saat ini, hanya satu di antara 63 kelurahan di Depok yang sudah rampung mendata dan memberi layanan pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Sebanyak 17 kelurhan diantaranya bahkan belum tersentuh sama sekali oleh layanan tersebut. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, Mulyamto mengatakan kendala utama yang dihadapi adalah soal listrik dan peralatan untuk membuat KTP baru itu. “Listrik sering mati dan alat suka macet, sedangkan pihak konsorsium bilang di gudang alatnya sudah kosong,”
 Saat ini Depok sudah memakai 50 dari 63 alat yang dibutuhkan untuk 46 kelurahan. Ada tiga kelurahan yang diprioritaskan sehingga mendapat dua alat, yakni Kelurahan Suka Maju, Tugu, dan Mekar Jaya. “Satu alat cadangan dipakai keliling pakai mobil,” katanya. Kelurahan yang sudah merampungkan layanan pembuatan e-KTP adalah Jati Mulia di Kecamatan Cilodong. Total warga Depok yang sudah terdaftar dalam pelayanan e-KTP sekitar 153.997 orang, atau sekitar 12 persen dari 1,3 juta warga wajib KTP. “Itu total per 21 Desember,” Adapun jumlah kelurahan yang belum tersentuh pelayanan e-KTP ada 17 di tujuh kecamatan.meski pihaknya tidak lagi menetapkan target penyelesaian layanan e-KTP, mereka tetap berusaha menyelesaikan secepatnya. Dengan alat yang ada dan masih berfungsi, mereka mengatakan, kelurahan yang jumlah penduduknya padat mendapat prioritas layanan. Sementara itu, layanan yang sama baru akan dimulai pada April tahun depan di Kota Bogor. Mereka tinggal menunggu pasokan alat. Dari 68 kelurahan yang ada di Kota Bogor, Kementerian Dalam Negeri baru mengirim 12 unit. “Kenapa baru April nanti dimulai karena kamu menunggu kekurangan alatnya. Minimal harus ada 20 unit. Dengan demikian pemerintah harus menyiapkan peralatan sesuai dengan kebutuhan perkecamatan agar pelayanan E-KTP terealisasikan dengan baik.
3.      Kurangnya Informasi yang jelas untuk masyarakat
Dengan kurangnya informasi kepada masyarakat khusunya masyarakat awam, sehingga masyarakat salah tangapan dalam pembuatan E-KTP tersebut,seperti masyarakat yang tidak mendapat undangan mengikut antri di kecamatan sampai berjam-jam dan kecewa kepada pelayanan tersebut.
Padahal seharusnya masyarakat yang telah mendapat undangan dahulu yang dapat dilayani dalam pembuatan E-KTP. Contohnya seperti yang terjadi pada KOBA - Program E-KTP yang mulai dilaunching di beberapa daerah di Bangka Belitung (Babel) mulai mengalami berbagai masalah
Di Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), beberapa  warga yang tidak tahu mengenai program tersebut, mulai kecewa dengan pelayanan pembuatan E-KTP tersebut. Seperti yang diungkapkan salah satu warga Arung dalam Koba beberapa waktu lalu. Ia mengaku kecewa tidak dilayani oleh petugas kecamatan, kendati sudah mengantri sekian lama. Ia akhirnya memutuskan pulang dan urung membuat E-KTP tersebut.Karna sudah tiga kali ngatri setiap dipangil oelh petugas pembuatan E-KTP bilang tidak bisa buat sekarang karna tidak mempunyai undangan. Padahal kami lah berjam-jam ngantri", tetapi setelah ada penjelasan dari media ini, akhirnya masyarakat tersebut bisa memahami bahwa program E - KTP merupakan program nasionalyang berkelanjutan. 
Bagi warga yang belum mendapatkan undangan, nanti akan tetap dilayani belakangan pada tahun 2012 secara gratis.  "Program ini kebijakan pemerintah pusat dan merupakan program berkelanjutan. Jadi, blanko undangan itupun dari pusat. Dan itu memang terbatas sesuai dengan database yang di serahkan ke pusat.
Apabila dilayani layani, nanti terjadi kekurangan blanko undangan"masyarakat  yang mendapatkan blanko undangan dalam pembuatan E-KTP adalah warga yang terdatadalam database. "Sistem administrasi kependudukan kita di Bateng ini kan baru berlaku sejak tahun 2008. Jadi, warga yang terangkum dalam database Dindukcapil itu adalah warga yang pembuatan KTP konvensionalnya mulai dari tahun 2008 hingga periode 31 Juli 2011. Jadi Pembuatan KTP konvensionalnya dibawah tahun 2008, belum masuk database", bahwa warga yangmasuk dalam database pun kemudian akan dilakukan pemutakhiran kembali pada tahun 2010 lalu.
Dengan situasi tersebut disebabkan karena antusiasnya warga dalam pembuatan E-KTP, sehingga menyebabkan mereka (warga) datang beramai-ramai dan membuat petugas agak kewalahan. Namun, petugas pun tidak bisa berbuat apa-apa terhadap warga yang tidak memiliki blankoundangan, karena memang sistemnya dari pusat seperti itu. Untuk pembuatan E-KTP yang sudah berjalan sejak Rabu tanggal 21 September 2011 lalu,berjalan cukup baik. Antusiasme masyarakat Bateng pun cukup tinggi, sehingga hal inipun mempermudah Dindukcapil dalam menyukseskan program nasional tersebut.
4.      Listrik Hambat Pelaksanaan e-KTP
Hambatan berikutnya yaitu pemadaman listrik, SEPERTI  yang terjadi di PEKANBARU, Kabupaten Kampar,pemadaman listtrik tersebut sampai 3 jam sehingga menghambat dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan E-KTP Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kampar, Hamida kepada Tribun, Minggu (4/12) mengatakan, pemadaman listrik oleh PLN sangat mengganggu pengerjaan e-KTP di seluruh Kecamatan se Kabupaten Kampar.
Dengan demikian kendala yang dihadapi dengan pemadaman listrik, alat e-KTP tidak bisa bekerja, meski Pemerintah Kecamatan memiliki mesin pembangkit listrik (generator set). ” kalau pakai genset. Pemadaman listrik mengurangui waktu yang tersedia merekam warga membuat e-KTP perharinya. Hamida mengatakan, untuk mengatasinya, kecamataan harus memperpanjang jam buka layanan pembuatan e-KTP hingga malam, bahkan sampai pukul 24.00 WIB.
Tidak itu saja Kendala  yang diahadapi,salah satunya berasal dari masyarakat yang wajib KTP. Menurut Hamida, mereka masih menemukan warga yang belum meiliki kesadaran tinggi mengurus  e-KTP.
5.      Tidak dibayarnya tenaga honorer pembuatan E-KTP
Keluhkan ratusan tenaga honorer, kalau honor mereka belum dibayar padahal untuk menunjang kelancaran tugas sehari-hari mereka. Ini bagaimana tangapan sebagai aparatur pemerintah.
Padahal honor yang telah dijanjikan oleh pemerintah seharus sudah diterima tetapi belum.dengan belum diterima nya honor para tenaga pelayan pembuatan E-KTP, mempengaruhi kurang maksimalnya pelayanan yang diberika, sebab kenapa, mereka mulai malas bekerja atau melayani masyarakat dalam pembuatan E-KTP.sebenarnya pembayaran honor bagi para operator itu sebetulnya sudah disetujui DPRD Seluma,Provinsi Bengkulu, pada pembahasan APBD Perubahan 2011 sebesar Rp96 juta, bahkan pertengahan Desember ini honor mereka sudah bisa dibayarkan serta akan disalurkan ke masing-masing kecamatan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

E-KTP (Elektronik Kartu Penduduk) adalah suatu kartu tanda penduduk yang dibuat dari mesin elektronik dan ditulis dengan data digital. E-KTP sengaja diadakan guna untuk mempermudah pemerintah dalam mengambil data penduduk, karena dengan e-KTP pemerintah bisa langsung melihat data dari KTP elektronik tersebut tanpa harus menunggu data yang harus disensus terlebih dahulu. E-KTP bisa terbilang lebih efektif dan efesien dibanding dengan KTP biasa.
Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam NegeriRepublik Indonesia pada bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP.
Masih banyaknya kendala yang dihadapi untuk pelayanan pembuatan e-KTP seperti masih kekurangan alat pembuatan e-KTP,kurang nya informasi yang berikan kepada masyarakat, serta sulitnya birokrasi dan tata cara pembuatan yang sering kali membuat masyarakat malas untuk mengurus ktp nya.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang birokrasi pelayanan public E-KTP, kita Sebagai Anggota Masyarakat , semoga kita semua bisa benar-benar memahami tentang apa yang seharusnya kita dapatkan sebagai warga negara di negeri ini. Sehingga, jika ada hakhak yang belum kita dapatkan, kita bisa memperjuangkannya. Begitu juga sebaliknya, jika hak-hak sebagai warga negara telah kita terima, maka sepatutnya kita menjalankan kewajiban kita sebagai warga negara. Dengan demikian, negeri ini akan maju dan penuh dengan keadilan, kemakmuran, aman dan sejahtera


Hubungan Pancasila dalam mewujudkan pendidikan karakter generasi muda "pembentukan karakter di dalam dunia pendidikan"

September 05, 2019 Add Comment

Tugas pancasila
Hubungan Pancasila dalam mewujudkan  pendidikan  karakter generasi muda
Judul :
pembentukan karakter di dalam dunia pendidikan



OLEH
Nama  : //
NIM    : /
Kelas   : \

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BALI
2018

Kata pengantar

puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa karena berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan suatu artikel/makalah tentang penmbentukan karakter di dalam dunia pendidikan .makalah ini di buat agar para pembaca dapat menambah pengetahuan dan ilmu mengenai Pancasila.dan pembentukan karakter di dalam dunia pendidikan .
dalam penyelesaian makalah tentang pembentukan karakter di dalam dunia pendidikan ini saya banyak mendapat masukan dan informasi dari media social saya dapat membuat makalah ini sesuai dengan yang di tentukan .
akhir kata saya sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat diterima dengan baik dan dapat bermanfaat bagi pembaca . dan pastinya makalah ini masih jauh dari kata sempurna , maka besar harapan saya agara pembaca dapat memberi kritik dan sarannya yang bersifat membangun  agar makalah ini dapat menjadi sempurna dan di terima dengan baik .












Daftar isi
Cover                                                                                                                                      1
Kata pengantar                                                                                                                     2
Daftar isi                                                                                                                                3
BAB I PENDAHULUAN                                                                                                     4
1.1  Latar belakang                                                                                                                4
1.2  Rumusan masalah                                                                                                           5
1.3  Tujuan penulisan                                                                                                            5
BAB II PEMBAHASAN                                                                                                      6
2.1 Pengertian pendidikan karakter                                                                                   6
2.2 Pembentukan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan                                   7
BAB III PENUTUP                                                                                                              9
3.1 Kesimpulan                                                                                                                     9
3.2 Saran                                                                                                                                9
Daftar Pustaka                                                                                                                      10






BAB 1
PENDAHULUAN
1.1   Latar belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
 Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.


 1.2 Rumusan masalah :
Adapun beberapa masalah yang di bahas dalam karya tulis ini antara lain :
  1. Apa itu pendidikan karakter ?
  2. Bagaimana peranana pendidikan karakter di dunia pendidikan
1.3 Tujuan penulisan :
  1. Agar lebih memahami tentang pendidikan karakter
  2. Agar mengetahui pendidikan karakter di dunia pendidikan
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  pengertian pendidikan karakter
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,budaya,danadatistiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana,prasarana,dan,pembiayaan,dan,ethoskerjaseluruhwargadanlingkungansekolah.
“Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.”(Doni Koesoema A.Ed)

2.2  Pembentukan Karakter Di Dunia Pendidikan
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. "Dari mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting, ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting” karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur kata dan bertindak”. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas, komitmen,kedisipilinan,visioner,dankemandirian.Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka.
  1. Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.
    Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial,  dan,budayabangsa
    “Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (MuktionoWaspodo)





















BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori yaitu:
Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama pada masa anak anak karena di usia itu sangat cocok untuk diberi pembelajaran tentang pendidikan karakter.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin ketinggalan dari negara-negara lain.

3.2  SARAN
Pemerintah juga sehrusnya lebeh memnatau perkembangn pendidikan di sekolah karena karena dunia pendidika lah negara bisa maju dann karena dunia pendidikan lah negara bisa hancur . maka dari itu pemantauan pemerintah itu juga sngat prnting dan prendidikan karakter ini sudah harus di tanamkan sejak kecil karena dari kecila lah kita mendididk anak biar berkarakter yang baik jika sudah darai kecil maka saat anak besar dia sudah memiliki karakter yang baik .




Daftar pustaka