TUGAS
KEWARGANEGARAAN
Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila
Oleh :
NAMA : Stef Ardian Arika Jaya
NIM : 1715213120
KELAS : II D
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BALI
BADUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang berazaskan Pancasila dan memiliki sumber hukum yaitu UUD 1945. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum dan berbagai macam peraturan baik itu undang-undang, perpres, perpu, peraturan pemerintah, perda, dan lain sebagainya. Indonesia telah mengalami berbagai macam peristiwa yang menyangkut sistem pemerintahan.
Kini Indonesia memasuki masa reformasi. Masa dimana demokrasi dan kebebasan berpendapat menjadi yang utama di negeri ini. Sistem pemerintahan Indonesia dari waktu ke waktu semakin berkembang. Sampai sekarang sudah terjadi banyak sekali perubahan yang berarti dalam sistem pemerintahan Indonesia, salah satunya adalah perubahan dalam sistem birokrasi.
Di Negara berkembang terutama Indonesia, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum bisa dikatakan baik karena pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis, sumber daya manusia, sumber penerimaan, dan teknologi informasi.
Dan pastinya sangat diperlukan solusi yang baik untuk mengatasi bagaimana caranya memperbaiki birokrasi yang ada di Indonesia, karena setiap negara yang baik juga memiliki kondisi birokrasi yang baik dan stabil.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas bagaimana pelaksanaan birokrasi di Indonesia. Dan sudah bisa dianggap efisien atau belum jika dibandingkan dengan karakteristik birokrasi Weber.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat disusun rumusan sebagai berikut
1. Apa saja model- model Birokrasi?
2. Bagaimana model birokrasi Indonesia?
3. Apa kelebihan dan kekurangan model birokrasi Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui model-model birokrasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana model birokrasi Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa kelebihan dan kekurangan model birokrasi Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Birokrasi
Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983). Dalam kehidupan sehari-hari istilah Birokrasi setidak-tidaknya dimaknai sebagai berikut (Albrow dalam Zauhar, 1996):
1. Bureaucracy as Rational Organization
Birokasi sebagai Organisasi Rasional. Dalam pengertian ini birokrasi dimaknai sebagai suatu organisasi yang rasional dalam melaksanakan setiap aktivitasnya. Setiap tindakan birokrasi hendaknya mengacu pada pertimbangan-pertimbangan rasional.
2. Bureaucracy as Rule by Official
Birokrasi sebagai Aturan yang dijalankan oleh para pejabat. Birokrasi merupakan seperangkat aturan yang dijalankan oleh para pejabat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan itu dibuat guna mempermudah proses pelayanan publik. Namun pada kenyataannya aturan tersebut sering disalahgunakn demi kepentingan pejabat yang bersangkutan. Akibatnya masyarakat menjadi antipati dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pejabat publik dan cenderung tidak ditaati.
3. Bureaucracy as Organizational Ineficiency
Birokrasi sebagai Pemborosan yang dilakukan oleh organisasi. Pemborosan(ineficiency) yang dimaksudkan adalah pemborosan dalam segi waktu,tenaga, finansial maupun sumber daya lainnya. Seringkali niat baik birokrasiuntuk memberikan layanan yang efisien justru berbalik menjadi layanan yang tidak efisien dan mengecewakan masyarakat. Karena itu masyarakat menjadi apatis terhadap berbagai slogan efisiensi yang disampaikan oleh aparat birokrasi. Semangat debirokratisasi menjadi tidak bermakna k arena tidakdiimbangi dengan sikap dan perilaku para pejabat yang tidak konsisten dan konsekuen dengan pernyataannya. Birokrasi justru dianggap sebagai tempat bersarangnya berbagai penyakit organisasi modern seperti pembengkakan pegawai, biaya tinggi dan sulit beradaptasi dengan lingkungannya.
4. Bureaucracy as Public Administration
Birokrasi sebagai Administrasi Publik. Birokrasi dalam hal ini disama artikan dengan administrasi publik. Administrasi Publik adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari administrasi publik agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan rasional.
5. Bureaucracy as Administration by Officials
Birokrasi sebagai Administrasi yang dilaksanakan oleh para pegawai. Dalam hal ini pemahaman terhadap makna birokrasi hampir sama dengan bureaucracy as rule by official dan bureaucracy as public administration.
6. Bureaucracy as the Organization
Birokrasi sebagai Organisasi. Organisasi yang dimaksudkan adalah organisasi memiliki struktur dan aturan-aturan yang jelas dan formal. Organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang melibatkan banyak orang, dimana setiap orang mempunyai peran dan fungsi serta tugas yang saling mendukung demi tercapainya tujuan organisasi. Organisasi sebagai sistem kerjasama berarti: (a) sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan secara baik, dimana masing-masing mengandung wewenang, tugas dan tanggung jawab yang memungkinkan setiap orang dapat bekerjasama secara efektif; (b) sistem penugasan pekerjaan kepada orangorang berdasarkan kekhususan bidang kerja masing-masing; (c) sistem yang terencana dari suatu bentuk kerjasama yang memberikan peran tertentu untuk dilaksanakan kepada anggotanya.
7. Bureaucracy as Modern Society
Birokrasi merupakan ciri dari masyarakat modern. Bagi masyarakat modern keberaturan merupakan sebuah kemestian. Keberaturan itu dapat dicapai jika dilaksanakan oleh suatu institusi formal yang dapat mengendalikan perilaku menyimpang masyarakat. Institusi formal itu adalah birokrasi. Secara etimologi Birokrasi berasal dari istilah ‘buralist’ yang dikembangkan oleh Reiheer von Stein pada 1821, kemudian menjadi ‘bureaucracy’ yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersoal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi menurut Evers dalam Zauhar (1996) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik. Makna ini adalah sejalan dengan ide Weber tentang birokrasi, dan oleh Evers dinamakan Birokrasi Weber (BW).
2. Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah pegawai yang besar. Konsep inilah yang sering disebut Parkinson Law.
3. Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar) disebut Orwelisasi.
Dengan demikian maka Istilah Birokrasi dalam masyarakat dimaknai secara diametral (bertentangan satu sama lain yang tidak mungkin mencapai titik temu):
1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini maka tujuan suatu organisasi (privat maupun publik) lebih mudah tercapai.
2. Secara Negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tatacara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat parasitik dan eksploitatif. Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun swasta) yang mengatur secara ke dalam maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan sumber daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti berhubungan dengan interaksi antara organisasi dengan pihak lain baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu.
Konsep birokrasi sesungguhnya berupaya mengaplikasikan prinsipprinsip organisasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, meskipun birokrasi yang keterlaluan seringkali justru menimbulkan efek yang tidak baik. Mouzelis menambahkan bahwa dalam birokrasi terdapat aturanaturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasar pengetahuan teknis dan dengan efisiensi yang setinggi-tingginya. Di samping diberikan makna yang cukup positif tersebut, birokrasi juga sering dimaknai secara negatif. Dalam perspektif yang negatif ini birokrasi dimaknai sebagai sebagai suatu proses yang berbelit-belit, waktu yang lama, biaya yang mahal dan menimbulkan keluh kesah yang pada akhirnya ada anggapan bahwa birokrasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil. Biasanya masalah administrasi yang kompleks dan ruwet terdapat pada organisasi besar, seperti organisasi pemerintahan. Akan tetapi, sebenarnya
birokrasi tidak dibatasi hanya pada institusi sektor publik saja. Serikat Dagang, Universitas, dan LSM merupakan contoh birokrasi di luar pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa pengertian birokrasi dalam pandangan beberapa pakar:
1. Max Weber
Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).
2. Farel Heady (1989):
Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
3. Hegel:
Birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara Negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara Negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
4. Karl Marx
Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk mperdayai kalangan bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja.
5. Blau dan Meyer
Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negative yang hanya akan menjadi masalah bagi masyarakat.
6. Yahya Muhaimin
Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
7. Almond and Powell (1966):
The Governmental Bureaucracy is a group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal) Dari berbagai pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Birokrasi sesungguhnya dapat dipahami dan diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja yang berlaku dalam organisasi yang mengatur interaksi sosial baik ke dalam maupun keluar. Secara spesifik birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai sebagai institusi atau agen pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas sistematik dan rasional dengan aturan-aturan yang lugas (a system of authority relations defined by rationally developed rule) (Chandler and Plano, 1982 dalam Hariyoso, 2002)
2.2 Model Birokrasi Indonesia
Konsep Max Weber Berbicara soal birokrasi, kita pasti teringat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model itulah yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi negara Indonesia walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip “rasionalitas”, yang bercirikan pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi.
Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktik konsep Weber sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi.Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintahan. Kalau boleh dibilang, birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai.
Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis “ birokrasi kerajaan ” yang feudal aristokratik. Sehingga dalam upaya penerapan birokrasi modern,yang terjadi hanyalah bentuk luarnya saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang diteapkan di Indonesia lebih mendekati pengertian Weber mengenai “ dominasi patrimonial”, dimana jabatan dan perilaku di dalam hirarki lebih di dasarkan pada hubungan pribadi. Dalam model Weber, tentang dominasi birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan yang berkuasa mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik mereka.
Ciri-ciri dominasi birokrasi patrimonial ala Weber yang hampir secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain pejabat-pejabat disaring atas kinerja pribadi, jabatan di pandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaan, pejabat-pejabat mengontrol,baik fungsi politik ataupun administrative, setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik.
Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia, antara lain:
1. Sentralisasi yang cukup kuat
Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan salah satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang kondusifterhadap hidup dan berkembangya nilai-nilai sentralistik tersebut.
2. Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam stuktur birokrasi pemerintah.
3. Pendelegasian wewenang yang kabur
Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah Indonesia sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam kenyataanya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
4. Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun adasering tidak dijalankan secara konsisten. Di samping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional.
Hal lain yang cukup menarik dan dapat dijumpai dalam penampilan birokrasi pemerintah Indonesia adanya upacara-upacara yang bersifat formalitas dan hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan yang bersifat pribadi sangat mendapat tempat dalam budaya birokrasi di Indonesia, karena dengan adanya hubungan pribadi dengan para key person banyak persoalan yang sulit menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa birokrasi di negara kita belum baik dan masih banyak yang perlu diperbaiki.
o Kelemahan Birokrasi Di Indonesia
Keluhan tentang birokrasi Indonesia umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi di Indonesia tidak netral. Dalam realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealismenya Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele.
o Harapan Model Birokrasi Masa Depan
Kebutuhan yang nyata saat ini dalam praktek birokrasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan konkret dari masyarakat. Kebutuhan akan peningkatan kualitas kehidupan politik menjadi suatu tuntutan yang tak terhindarkan. Kondisi birokrasi Indonesia yang masih bercorak patrimonial, adalah merupakan benang sejarah yang perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam perkembangan kearah modernisasi menuntut adanya peningkatan kualitas administrasi dan manajemen.
Selain itu, dalam menghadapi kondisi saat ini dan menjawab tantangan masa sekarang, birokrasi Indonesia diharapkan mempunyai kharakteristik yang mampu bersifat netral, berorientasi pada masyarakat, dan mengurangi budaya patrimonial di dalam birokrasi tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan dalam menentukan kebijakan system administrasi sipil dalam kewarganegaraan. Birokrasi memiliki tiga model, yaitu : model Weberian, model Marxis, dan model Parkinsonia.
Indonesia menganut model tipe idealnya Max Weber. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip “rasionalitas”, yang bercirikan pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi. Walau dalam penerapannya tidak bisa dilakukan sepenuhnya
Kelebihan model birokrasi model weberian adalah ada aturan, norma, dan prosedur untuk mengatur organisasi, ada spesialisasi pekerjaan dan job description yang jelas, ada hierarki otoritas yang formal, sehingga memudahkan pengkoordinasian.
Adaun kelemahan dari birokrasi weberian adalah hierarki otoritas yang formal malahan cenderung kaku, aturan dan kontrol yang terlalu rinci menyebabkan impersonality atau melupakan unsur-unsur kemanusiaan.
3.2 Saran
Dalam makalah kami ini masih banyak terdapat kesalahan baik itu berbentuk salah ketik (typo) maupun kurangnya bahan referensi untuk mengisi makalah ini, sehingga kemungkinan terdapat kurang tepatnya isi makalah maupun kesalahan isi dalam makalah ini. Maka dari itu kami mengharapkan keritik dan sarannya untuk menunjang perbaikann bagi yang ingin meneruskan pembuatan makalah kami ini.